Suatu ketika aku bertanya kepada temanmu, bagaimana kabarmu? Bagaimana dirimu tanpaku?
Ternyata dari jawabannya, aku merasa tak mampu lagi berkata. Bukan, bukan sedih dan juga bukan gembira. Melainkan keduanya.
Semua perasaan itu bercampur. Saat ku mengetahui keadaanmu sangat sangat sangat baik tanpaku, tanpa kehadiranku.
Sakit. Tapi jika itu yang terbaik menurutmu, kenapa tidak?
Aku tak tahu apa yang kau rasa sebenarnya. Karena semuanya terasa abstrak. Terasa aneh dan tak nyata.
Dimana kamu terasa berbeda. Di mataku. Mungkin tidak di mata orang lain.
Kadang aku merasa sangat kuat. Seakan tak ada yang aku pikirkan. Seakan tak ada masalah yang hinggap. Seakan aku hidup di dunia khayal yang selalu bahagia. Aku merasa kuat. Bisa berdiri menopang tubuh dan hati ini di setiap hari, jam, menit, dan detik tanpa kehadiranmu. Bisa berdiri tegak dan mengerjakan semua aktivitasku. Bisa tetap tertawa di balik kesenduan yang kurasa. Bisa memiliki tenaga untuk tetap menjalani hari-hariku.
Tetapi, terkadang aku pun merasa sangat rapuh. Sangat lemah. Sangat lelah. Aku lelah karena sesungguhnya ini bukan inginku. Aku lelah untuk terus merasa kuat di depan mereka. Bahkan sekarang aku sangat lemah untuk membuat hati ini tetap kokoh. Tetap berdiri untukmu. Aku sangat rapuh setiap kali kuingat apa yang sebenarnya terjadi di balik senyum dan tawa ini. Aku pun sangat rapuh untuk bisa mengingat kenangan indah. Karena sekarang tak lagi sama.
Kau bahagia bersama mereka. Bukan denganku. Kau bisa tertawa lepas dengan mereka. Bukan denganku. Kau bisa berbincang-bincang dengan ceria bersama mereka. Bukan denganku. Seakan aku tak berarti apa-apa lagi.
Tapi selalu ada alasan untukku untuk tetap bertahan. Bertahan dengan perasaan yang kupunya untukmu. Entah bagaimana caranya kau bisa menjadi seorang pemeran utama dalam hidupku. Entah apa yang telah kau perbuat sejauh ini sehingga kau bisa sebegitu mempengaruhi hidupku.
Aku bertahan karena aku percaya. Aku percaya bahwa akulah yang paling mengerti akan dirimu. Akulah yang paling tahu tentang perasaanmu.
Aku bertahan selama aku masih mampu. Tapi, maaf jika perasaan hati ini luruh sehingga tak mampu lagi menopang.